Saya adalah mahasiswi yang tinggal di sebuah kos putri dengan 13 penghuni wanita. Semuanya mahasiswi, kecuali seorang yang bekerja sebagai suster. Kami kuliah di tempat, jurusan, dan tahun berbeda. Ada mahasiswi kedokteran, matematika, teknik informatika, kimia, dll. Mahasiswi PTN jurusan kimia disebelah kamar bahkan sedang menyusun skripsi. Hubungan di kos kami akrab dan terbuka, bahkan serasa bagai saudara.
Selama 1,5 tahun tinggal bersama, kedekatan saya ternyata belum mampu menjawab unek-unek yang selama ini saya simpan, yaitu bagaimana mayoritas dari mereka (80%) sangat santai menjalani kuliah. Hari-hari ujian akhir semester tidak berbeda dengan hari biasa. Mereka tetap hobi menyewa kaset film terbaru, ngopi, atau sekedar mengobrol hingga larut malam. Tidak salah, jika ada keseimbangan dengan tangung jawab sebagai siswa! Kenyataannya, mereka hanya kuliah maksimal 1/4 hari dan selebihnya bersantai. Mustahil mereka tidak pernah mendapatkan tugas layaknya mahasiswa, seperti yang saya rasakan. Namun masalahnya, apakah tugas yang mereka kerjakan selepas jam 12 malam hingga subuh dapat memenuhi kata “berkualitas” jika setelah subuh sampai 12 jam setelahnya dihabiskan dengan sharing tentang pacar, misalnya? Saya tidak mendapati buku, melainkan boneka dan catok rambut yang digunakan setiap hari di kamar mereka. Lantas, jika seorang murid dosen tidak membaca, apakah hal tersebut lumrah dikatakan mahasiswa? Toh mereka juga bukan aktivis kampus yang banyak menghabiskan waktu bersama organisasinya.
Persaingan saat ini, pada sektor apapun, sudah tidak membedakan gender. Ini sudah menjadi wacana dan kesadaran bersama. Maskapai penerbangan yang konon identik dengan pramugara, 90% kini ditempati pramugari. Pak Dokter yang dahulu eksis di buku pelajaran SD, saat ini jumlahnya jauh dibawah tenaga medis wanita. Juga banyak polwan menawan dan cantik mengatur lalu lintas di ruas-ruas jalan. Ini adalah fenomena yang menunjukkan wanita sudah menempati, bahkan menggeser kedudukan pria. Terlepas dari jumlah gender siapa yang lebih banyak, jika bekal tidak segera dipersiapkan wanita sedini mungkin, mustahil persamaan hak yang diperjuangkan Kartini dan dibukakan Megawati diraih. Kesadaran mengerti fenomena sosial, mengembangkan potensi diri, kemudian berusaha meraih mimpi, adalah cara wanita mendapatkan eksistensi diri. Semuanya dapat diawali dengan satu langkah mudah, yaitu menghabiskan waktu luang sebaik mungkin.
Mengobrol semalam suntuk akan lebih “berisi” dengan diskusi fluktuasi harga minyak dunia atau prediksi presiden 2009. Yang penting, bukan benar tidaknya informasi yang ditukar, namun benar tidaknya alur pembicaraan terlebih dahulu. Lambat laun, masing-masing akan memperkuat argumentasi dengan data, dan membawa mereka untuk mencari informasi yang lebih valid. Ingat lagu Rhoma Irama, begadang jangan begadang..kalau tak ada artinya..bicara boleh saja..asal ada isinya..

4 komentar:

Angga Rarastya (seperti biasa) mengatakan...

Reza...

q ada posting blog yang berkaitan dengan artikelmu, sama2 tentang perempuan...

buka blogqu ya...

jangan lupa dikomen...

ok?!

Angga Rarastya (seperti biasa) mengatakan...

oh ya..

judul artikelnya
cewek, perempuan, wanita...

ok?!

ReZa Praditya Yudha mengatakan...

telat ngga! aku udah komen panjang lebar soal artikel di blogmu..kamu kemana aja?

NoviHanabi mengatakan...

kalo menurutq c.. bergadang buat cowok ato cew itu gag baik.. cz proses metabolisme darah jd gag stabil... cntoh pling sering ajjah di kulit..kalo qt krang tdur, kulit qt akan ky plastik...haha lebay...

Posting Komentar