Saat kita pulang sekolah dan mendapati ayah bertengkar dengan tetangga, spontan kita akan membela beliau. Pun sesudah mengerti duduk perkaranya dan nurani kita mengatakan ayah salah, namun keberpihakan tetap pada beliau. Alasan yang ayah kemukakan cenderung mendominasi pandangan kita. Mungkin ini karena kita merasa berhutang, sedarah, sepaham, dan percaya padanya. Jika suatu saat ayah menawarkan tempat tujuan liburan, bisa dinominasikan tiga tempat berbeda dari masing-masing anaknya yang berjumlah tiga. Ini berarti, semuanya mempunyai selera pribadi. Kadang ayah menuruti saran kakak yang terlihat paling logis, atau saran adik yang paling manja. Namun akhirnya semua menyetujui. Dengan damai. Coba analogikan keadaan ini dengan “ayah” negara kita.. apakah masih bisa berlibur dengan damai dan memuaskan semua anggota keluarga?
Kepercayaan rakyat adalah pondasi terkuat seorang presiden. Dengan people power, seorang presiden bisa menduduki tahta lebih dari satu kali masa jabatan. Hal yang sama juga bisa menjadi senjata paling ampuh seorang lawan politik untuk menggulingkan pemerintah yang berkuasa. Dan sebaliknya, jika suara rakyat belum dikuasai, akan sulit menjatuhkan kekuasaan pemimpin, se-kontroversial apapun kebijakan yang diambilnya.
Dengan wacana demokrasi, setiap orang bebas berpendapat. Namun masalahnya, Indonesia mempunyai banyak suara yang ingin diperhatikan dan dituruti. Tentu pemerintah tidak dapat serta merta mengakomodasi semuanya. Pemerintah hanya mempunyai waktu lima tahun! Waktu yang terlalu singkat untuk membuat seluruh rakyat puas dan tersenyum. Tapi sebaliknya, ini adalah waktu yang sangat panjang untuk menyengsarakan rakyat. Maka jika ingin tetap eksis dan memimpin periode selanjutnya, waktu 5 tahun ini harus banyak merealisasi kebutuhan rakyat. Kalaupun hingga akhir jabatan tidak 100% seluruh keinginan rakyat terwujud, yang penting beliau senantiasa menunjukkan telah bekerja keras untuk memenuhi tuntutan rakyat. Misalnya dengan membuat kebijakan yang pro-rakyat. Kalaupun kebijakan tersebut “pahit” untuk kalangan rakyat tertentu, pemerintah harus mengkomunikasikannya, hingga membentuk pengertian umum alasan mengambil kebijakan tersebut. Jika pemerintah menunjukkan keberpihakan dan kerja keras, akan ada nilai tersendiri dari rakyat untuk mendukung pemimpinnya. Suatu nilai kepercayaan, paling tidak dalam bentuk moral, yang tertuang dalam opini masyarakat misalnya.
Kita harus dapat menaruh kepercayaan kepada presiden Indonesia yang terpilih kelak. Meskipun bukan pilihan kita, namun beliau adalah pilihan mayoritas. Kita akan “mengingatkan” kebijakan dan keputusannya yang menurut kita salah, seakan mengingatkan ayah kita. Sopan, damai, dan berpihak. Karena beliau bekerja keras, sedarah, sepaham, dan pilihan mayoritas kita. Jadi, apakah kita tetap berlibur dengan keluarga yang menuruti keinginan adik untuk berenang di pantai?

4 komentar:

Anonim mengatakan...

wuih, mau dunk liburan ama pak presiden, pasti keliling dunia

Anonim mengatakan...

mang bisa iiah liburan ma presiden???

mau.mau.mau

hho-

bibi mengatakan...

yeah..

it's really important for us to trust the next president...

but i expect the next president can trust us too, n will love not only his party or people around him..

so, he can make Indonesia a better place to live in

ReZa Praditya Yudha mengatakan...

anonim siapa ya?
bisa aja liburan sama presiden...coba kamu jadi umbrella girl-nya...mayungi gt..he..he..

Posting Komentar